Ukiran Kayu Dari Jepara

Ukiran Kayu Dari Jepara

Mengenal Desa Wisata Kasongan Pusatnya Kerajinan Gerabah di Yogyakarta

Sebagai pelukis, dia harus melukis melalui imajinasinya karena dia tentu tidak boleh melihat permaisuri dalam keadaan tanpa busana. Prabangkara melakukan tugasnya dengan sempurna sampai kotoran seekor cicak jatuh mengenai lukisan itu, membuat lukisan permaisuri seakan mempunyai tahi lalat.

Raja sangat puas dengan hasil karya Prabangkara namun begitu melihat ‘tahi lalat’ tersebut, maka marahlah sang raja dan menuduh Prabangkara melihat permaisuri tanpa busana, karena lokasi tahi lalatnya persis dengan kenyataannya!

Jepara Lahirkan Para Pengrajin Ukiran Kayu yang Diminati ke Mancanegara

Jumat, 3 Mei 2024 - 20:14 WIB

VIVA Bisnis – Kota Jepara dijuluki sebagai The World Carving Center atau kota ukir dunia tentu bukan hal yang tabu lagi. Sejumlah masyarakat Indonesia, pasti sudah tahu akan julukan tersebut.

Jepara telah dikenal sebagai salah satu daerah pusat penghasil kerajinan ukiran kayu dan mebel terbesar di Indonesia bahkan telah dikenal hingga seluruh penjuru dunia.

Karya seni ukir kayu sudah menjadi bagian dari budaya, seni, dan ekonomi masyarakat Jepara sejak dulu yang diturunkan dari generasi ke generasi berikutnya. Mengutip dari laman resmi Indonesia.go.id, sejarah kota Jepara mendapat julukan kota ukir karena dahulu kala Prabangkara, ahli lukis dan ukir itu, dipanggil oleh Raja Brawijaya untuk melukis istrinya dalam keadaan tanpa busana sebagai wujud cinta sang raja.

Sebagai pelukis, ia harus memiliki kemampuan untuk melukis melalui imajinasinya tanpa boleh melihat permaisuri dalam keadaan tanpa busana. Ketenaran Jepara sebagai kota ukiran dan penghasil furnitur sudah sejak lama mendunia. Tak heran, dari kota di pesisir utara Pulau Jawa itu lahir sejumlah pengusaha bidang furnitur.

Sebut saja salah satunya Suci Islamiah adalah salah satunya. Meski orang tuanya adalah seorang pedagang di pasar, tapi karena tumbuh dalam lingkungan pengrajin kayu, wanita kelahiran 20 januari 1997 ini tertarik pula pada dunia mebel lantaran ikuti jejak suaminya Akhmad Syarifuddin.

Bermula dari menawarkan meja dan kursi ke kafe - kafe yang ada di Jepara sendiri pada tahun 2020 yang terbatas untuk bepergian. Dari situlah, Suci mulai merasakan keuntungan meskipun hanya puluhan ribu saja dan mempelajari bisnis mebel furnitur dengan berbagai ragam jenis dan gambarnya lewat online.

Kini Suci mampu berinovasi usaha dengan mendirikan brand Natural Wood yang beralamat di kelurahan Demaan, Kecamatan Jepara kota, Kabupaten Jepara. Natural Wood diketahui memproduksi perabotan mebel furniture khusus untuk keperluan furniture kafe.

UMKM Kerajinan Binaan YDBA Tampil di Trade Expo Indonesia 2022

Prabangkara pun dihukum dengan diikat di layang-layang, diterbangkan, dan kemudian jatuh di Belakang Gunung yang kini bernama Mulyoharjo. Seniman ukir yang terasing itu kemudian hidup di sana dan mengajarkan ilmu ukir kepada warga Jepara di mana keahlian itu lestari hingga saat ini.

RA Kartini Ikut Kembangkan Seni Ukir JeparaSosok Raden Ajeng Kartini ternyata juga punya andil ikut memajukan dan mengembangkan seni ukir Jepara. Kartini melihat kehidupan para perajin ukir di tanah kelahirannya yang tidak beranjak dari kemiskinan, sesuatu hal ini sangat mengusik batinnya.

Dia kemudian memanggil beberapa perajin dari daerah Gunung Mulyoharjo tempat diwariskannya ilmu seni ukir dari Prabangkara untuk bersama-sama membuat ukiran seperti peti jahitan, meja kecil, figura, tempat perhiasan, dan barang cenderamata lain.

Hasil karya itu kemudian dijual oleh Raden Ajeng Kartini ke Semarang dan Batavia (sekarang Jakarta), sehingga akhirnya kualitas karya seni ukir dari Jepara ini mulai dikenal. Pesanan pun banyak berdatangan dan hasil produksi perajin seni ukir Jepara pun bertambah jenisnya.

Seluruh penjualan barang tersebut setelah dikurangi oleh biaya produksi, uangnya diserahkan secara utuh kepada para perajin dan dapat menaikkan taraf hidup mereka yang berkecimpung di bidang ini. Sementara itu, RA Kartini terus berinisiatif memperkenalkan karya seni ukir Jepara.

Dia mencoba untuk menembus pasar global dengan memberikan berbagai cenderamata kepada teman-temannya yang ada di luar negeri. Kartini pun semakin gencar untuk mempromosikan kerajinan ukiran Jepara. Dia lantas menghubungi Oost en West (asosiasi kerajinan tangan) di Belanda.

Kartini meminta mereka untuk membantu mempromosikan produk seni ukir Jepara. Bahkan, RA Kartini juga mengirimkan hadiah ulang tahun kepada pemimpin tertinggi Negeri Kincir Angin itu yakni Ratu Wilhelmina. Seluruh upaya Kartini berbuah manis.

Seiring berjalannya waktu, permintaan kerajinan ukiran Jepara melonjak berkali-kali lipat dan berhasil dijual dengan harga tinggi. Hal itulah yang mendorong keberhasilan Jepara menjadi pusat kerajinan ukir kayu yang terkenal di daerah Jawa Tengah yang mendunia.

Ukiran Jepara atau seni ukir Jepara adalah seni ukir khas yang berasal dari Jepara. Jepara yang terkenal dengan sebutan Kota Ukir, kini berubah menjadi Kota Ukir Dunia. Setelah meningkatkan citra Jepara “The World Carving Center”, karena produk-produk ukir Jepara sudah sangat terkenal dan sangat banyak penyuka seni ukiran Jepara dari berbagai negara. AS Merupakan Negara Tujuan Ekspor Terbesar Jepara. Negara tujuan ekspor mebel Ukiran Jepara tahun 2015 juga mengalami kenaikan menjadi 113[1] negara dengan jumlah eksportir sebanyak 296 pengekspor, sedangkan tahun 2014 nilai ekspornya hanya 114,78 juta dolar AS dengan 223 pengekspor untuk negara tujuan 106 negara.

Konon ada sebuah cerita unik yang menjadi kisah sejarah asal mula munculnya seni ukir di Jepara. Cerita ini menjadi sebuah dongeng sebelum tidur saya ketika masih kecil dulu. Bapak saya sering menceritakannya, berulang-ulang, dan saya tidak pernah bosan mendengarnya.

Begini ceritanya. Pada zaman dahulu kala ada seorang pengukir dan pelukis dari Kerajaan Majapahit, Jawa Timur. Waktu itu masa pemerintahan raja Brawijaya. Pengukir itu bernama Prabangkara disebut juga Joko Sungging. Lukisan dan ukiran Prabangkara sudah sangat terkenal di seluruh negeri.

Suatu ketika Raja Brawijaya ingin memiliki lukisan istrinya dalam keadaan telanjang tanpa busana sebagai wujud rasa cinta sang raja. OIeh karena itu, Prabangkara dipanggil untuk mewujudkan keinginan sang Raja. Hal ini tentu merupakan hal yang sulit bagi Prabangkara, Karena meskipun mengenal wajah sang istri raja, tapi dia tidak pernah meilhat istri raja tanpa busana. Dengan usaha keras dan imajinasinya, akhirnya Prabangkara berhasil mengerjakan lukisan tersebut. Ketika Prabangkara sedang istirahat, tiba-tiba saja ada seekor cecak buang tinja dan mengenai lukisan permaisuri tersebut. Kotoran cecak tersebut mengering dan menjadi bentuk seperti tahi lalat. Raja tentu sangat gembira dengan hasil karya Prabangkara tersebut. Sebuah lukisan yang sempurna, persis seperti aslinya. Sang raja mengamati lukisan tersebut dengan teliti. Begitu dia melihat tahi lalat, raja murka. Dia menuduh Prabangkara melihat langsung permaisuri tanpa busana. Karena lokasi tahi lalat persis seperti kenyataan.

Raja Brawijaya pun cemburu dan menghukum pelukis Prabangkara dengan mengikatnya di layang-layang, kemudian menerbangkannya. Layang-layang itu terbang hingga ke Belakang Gunung di Jepara dan mendarat di Belakang Gunung itu. Belakang Gunung itu kini bernama Mulyoharjo di Jepara. Kemudian Prabangkara mengajarkan ilmu mengukir kepada warga Jepara pada waktu itu dan kemahiran ukir warga Jepara bertahan dan lestari hingga sekarang.

Menurut sejarah mengapa masyarakat Jepara mempunyai keahlian di pahat ukir[2] kayu adalah konon pada zaman dulu kala ada seorang seniman hebat yang bernama Ki Sungging Adi Luwih. Dia tinggal di kerajaan. Kepiawaian Ki Sungging ini terkenal dan sang raja pun akhirnya mengetahuinya. Singkat cerita raja bermaksud memesan gambar untuk permaisurinya kepada Ki Sungging. Ki Sungging bisa menyelesaikan gambarnya dengan baik namun pada saat Ki Sungging hendak menambahkan cat hitam pada rambutnya, ada cat yang tercecer di gambar permaisuri tersebut bagian paha sehingga tampak seperti tahilalat.Kemudian diserahkan kepada raja dan raja sangat kagum dengan hasil karyanya.Namun takdir berkata lain sang raja curiga kepada Ki Sungging difikir Ki Sungging pernah melihat permaisuri telanjang karena adanya gambar tahi lalat pada pahanya. Akhirnya raja menghukum Ki sungging dengan membawa alat pahat disuruh membuat patung permaisuri di udara dengan naik layang-layang. Ukiran patung permaisuri sudah setengah selesai tapi tiba-tiba datang angin kencang dan patung jatuh dan terbawa sampai Bali. Itulah sebabnya mengapa masyarakat Bali juga terkenal sebagai ahli membuat patung. Dan untuk alat pahat yang dipakai oleh ki Sungging jatuh di belakang gunung dan ditempat jatuhnya pahat inilah yang sekarang diakui sebagai Jepara tempat berkembangnya ukiran.

Pada masa Kerajaan Kalinyamat arsitektur Jepara mengalami kemajuan terutama dalam bidang ukir-ukiran. Tepatnya ketika Tjie Bin Thang (Toyib) dan ayah angkatnya yaitu Tjie Hwio Gwan pindah ke Jawa (Jepara), Ketika Tjie Bin Thang (Toyib) menjadi raja di sebuah Kerajaan Kalinyamat, di mana Toyib menjadi raja bergelar Sultan Hadlirin dan Tjie Hwio Gwan menjadi patih bergelar Sungging Badar Duwung. Arti dari gelar Sungging Badar Duwung yaitu (sungging "memahat", badar "batu", duwung "tajam"). Nama sungging diberikan karena Badar Duwung adalah seorang ahli pahat dan seni ukir.

Tjie Hwio Gwan adalah yang membuat hiasan ukiran di dinding Masjid Astana Mantingan. Ialah yang mengajarkan keahlian seni ukir kepada penduduk di Jepara. Di tengah kesibukannya sebagai mangkubumi Kerajaan Kalinyamat (Jepara), Patih Sungging Badar Duwung masih sering mengukir di atas batu yang khusus didatangkan dari negeri Tiongkok. Karena batu-batu dari Tiongkok kurang mencukupi kebutuhan, maka penduduk Jepara memahat ukiran pada batu putih dan kayu. Tjie Hwio Gwan mengajarkan seni ukir kepada penduduk Jepara, sehingga arsitektur rumah di Jepara dihiasi ornamen-ornamen ukir karena warga Jepara yang trampil dalam seni ukir, bahkan kini produk furniture kayu ukiran Jepara dikenal keseluruh dunia.

Bukti otentik ukiran Jepara berupa artefak peninggalan zaman Ratu Kalinyamat di Masjid Mantingan. Ukiran Jepara sudah ada jejaknya pada masa Pemerintahan Ratu Kalinyamat (1521–1546) pada 1549. Sang Ratu mempunyai anak perempuan bernama Retno Kencono yang besar peranannya bagi perkembangan seni ukir. Di kerajaan, ada mentri bernama Sungging Badarduwung, yang datang dari Campa (Cambodia) dan dia adalah seorang pengukir yang baik. Ratu membangun Masjid Mantingan dan Makam Jirat (makam untuk suaminya) dan meminta kepada Sungging untuk memperindah bangunan itu dengan ukiran. Sampai sekarang, ukiran itu bisa disaksikan di Masjid dan Makam Sultan Hadlirin. Terdapat 114 relief pada batu putih. Pada waktu itu, Sungging memenuhi permintaan Ratu Kalinyamat.

Keberadaan sentra-sentra ukir Jepara mempermudah pembeli mencari barang serta produksi semakin efisien. Mulai dari sentra relief, patung, gebyok, almari, dan lain-lainnya. Pemkab Jepara memusatkan ukiran Jepara, yaitu:

Kebanyakan masyarakat Desa Mulyoharjo merupakan pengukir dan pemahat patung kayu, Oleh karena itu kini desa Mulyoharjo menjadi Sentra Kerajinan Ukir Patung. Jenis seni patung yang terkenal dan legendaris dari Mulyoharjo adalah patung Macan Kurung. Mantan presiden Susilo Bambang Yudoyono juga pernah sengaja berkunjung ke Desa Mulyoharjo untuk membeli produk kerajinan dari Desa Mulyoharjo.

Desa Senenan merupakan sentra pengrajin seni ukir relief. Ada rasa kagum dan takjub ketika pertama kali melihat seni yang satu ini. Bagaimana tidak daribsebuah papan kayu utuh kemudian dipahat sedemikian rupa hingga berubah wujud menjadi gambar tiga dimensi yang benar-nenar hidup. desainnya pun kini semakin berkembang,tidak hanya gambar pemandangan saja ketika pertama kali kerajinan imi ada namun berkembang denga desain dimensi yang lain.

Mayoritas masyarakat Desa Petekeyan bergelut dibidang Industri Kerajinan Ukir Meubel Minimalis. Oleh karena itu kini desa Petekeyan menjadi Sentra Kerajinan Meubel Minimalis Hasil dari Industri masyarakat Desa Petekeyan dipasarkan secara langsung di ruang pamer milik pengrajin. Selain dipasarkan secara offline, hasil masyarakat juga dipasarkan secara online oleh pengusaha furniture Desa Petekeyan. Nama website yang memasarkan produk masyarakat adalah Petekeyan Kampoeng Sembada Ukir.

Gebyok Ukir Jepara sangat cocok untuk di jadikan pintu rumah ataupun pintu masjid sehingga semakin membuat rumah anda semakin menarik dan unik. Desa Blimbingrejo sudah menjadi Sentra Ukir Gebyok sejak tahun 1980-an hingga sekarang. Saat ini di desa tersebut sudah ada 90 orang pengrajin, dengan jumlah total pekerja mencapai lebih dari 300 orang. Karena dari setiap pengrajin besar bisa memperkerjakan 6-14 orang, sedangkan untuk pengrajin kecil biasanya memperkerjakan sebanyak 2-3 karyawan saja.

Warga Desa Bulungan mayoritas bekerja sebagai pembuat produk mebel ukir terutama berbentuk almari. almari produksi Desa Bulungan yang selama ini sudah diminati berbagai kalangan baik di Pulau Jawa dan luar Jawa. sektor mebel khususnya almari mampu menyerap banyak tenaga kerja, mulai dari pengusaha kayu, perajin, showroom, jasa angkutan dan lain sebagainya. Nilai transaksi yang dihasilkan dari sektor ini juga mencapai ratusan juta rupiah tiap bulannya. Selama ini pemasaran almari Bulungan tidak hanya di kota-kota besar di Pulau Jawa.saja, tetapi juga merambah kawasan luar Pulau Jawa seperti Sumatra, Kalimantan, Aceh dan lain sebagainya.

Genteng Ukir Jepara adalah genteng dengan bentuk ukir-ukiran Jepara, genteng tersebut yang banyak di produksi di Mayong, yaitu Genteng Makuta, Genteng Gatotkaca, Genteng Krepyak.

Motif atau ragam hias khas Jepara merupakan expresi daripada bentuk-bentuk tanaman yang menjalar. Tiap ujung relungnya menjumbai daun-daun krawing yang sangat dinamis. Biasanya di tengah jumbai terdapat buah-buah kecil-kecil yang berbentuk lingkaran. Ciri ragam hias ini dapat dilihat dengan adanya berjenis-jenis Burung Merak. Tangkai relungnya panjang-panjang melingkari disana-sini membentuk cabang kecil, berfungsi sebagai mengisi ruang / pemanis. Pelaksanaan penampang berbentuk segitiga, daun-daun trubusan keluar bebas pada setiap tangkai relung. Motif atau ragam hias Jepara terdiri dari:

Ukiran Jepara atau seni ukir Jepara adalah seni ukir khas yang berasal dari Jepara. Jepara yang terkenal dengan sebutan Kota Ukir, kini berubah menjadi Kota Ukir Dunia. Setelah meningkatkan citra Jepara “The World Carving Center”, karena produk-produk ukir Jepara sudah sangat terkenal dan sangat banyak penyuka seni ukiran Jepara dari berbagai negara. AS Merupakan Negara Tujuan Ekspor Terbesar Jepara. Negara tujuan ekspor mebel Ukiran Jepara tahun 2015 juga mengalami kenaikan menjadi 113[1] negara dengan jumlah eksportir sebanyak 296 pengekspor, sedangkan tahun 2014 nilai ekspornya hanya 114,78 juta dolar AS dengan 223 pengekspor untuk negara tujuan 106 negara.

Konon ada sebuah cerita unik yang menjadi kisah sejarah asal mula munculnya seni ukir di Jepara. Cerita ini menjadi sebuah dongeng sebelum tidur saya ketika masih kecil dulu. Bapak saya sering menceritakannya, berulang-ulang, dan saya tidak pernah bosan mendengarnya.

Begini ceritanya. Pada zaman dahulu kala ada seorang pengukir dan pelukis dari Kerajaan Majapahit, Jawa Timur. Waktu itu masa pemerintahan raja Brawijaya. Pengukir itu bernama Prabangkara disebut juga Joko Sungging. Lukisan dan ukiran Prabangkara sudah sangat terkenal di seluruh negeri.

Suatu ketika Raja Brawijaya ingin memiliki lukisan istrinya dalam keadaan telanjang tanpa busana sebagai wujud rasa cinta sang raja. OIeh karena itu, Prabangkara dipanggil untuk mewujudkan keinginan sang Raja. Hal ini tentu merupakan hal yang sulit bagi Prabangkara, Karena meskipun mengenal wajah sang istri raja, tapi dia tidak pernah meilhat istri raja tanpa busana. Dengan usaha keras dan imajinasinya, akhirnya Prabangkara berhasil mengerjakan lukisan tersebut. Ketika Prabangkara sedang istirahat, tiba-tiba saja ada seekor cecak buang tinja dan mengenai lukisan permaisuri tersebut. Kotoran cecak tersebut mengering dan menjadi bentuk seperti tahi lalat. Raja tentu sangat gembira dengan hasil karya Prabangkara tersebut. Sebuah lukisan yang sempurna, persis seperti aslinya. Sang raja mengamati lukisan tersebut dengan teliti. Begitu dia melihat tahi lalat, raja murka. Dia menuduh Prabangkara melihat langsung permaisuri tanpa busana. Karena lokasi tahi lalat persis seperti kenyataan.

Raja Brawijaya pun cemburu dan menghukum pelukis Prabangkara dengan mengikatnya di layang-layang, kemudian menerbangkannya. Layang-layang itu terbang hingga ke Belakang Gunung di Jepara dan mendarat di Belakang Gunung itu. Belakang Gunung itu kini bernama Mulyoharjo di Jepara. Kemudian Prabangkara mengajarkan ilmu mengukir kepada warga Jepara pada waktu itu dan kemahiran ukir warga Jepara bertahan dan lestari hingga sekarang.

Menurut sejarah mengapa masyarakat Jepara mempunyai keahlian di pahat ukir[2] kayu adalah konon pada zaman dulu kala ada seorang seniman hebat yang bernama Ki Sungging Adi Luwih. Dia tinggal di kerajaan. Kepiawaian Ki Sungging ini terkenal dan sang raja pun akhirnya mengetahuinya. Singkat cerita raja bermaksud memesan gambar untuk permaisurinya kepada Ki Sungging. Ki Sungging bisa menyelesaikan gambarnya dengan baik namun pada saat Ki Sungging hendak menambahkan cat hitam pada rambutnya, ada cat yang tercecer di gambar permaisuri tersebut bagian paha sehingga tampak seperti tahilalat.Kemudian diserahkan kepada raja dan raja sangat kagum dengan hasil karyanya.Namun takdir berkata lain sang raja curiga kepada Ki Sungging difikir Ki Sungging pernah melihat permaisuri telanjang karena adanya gambar tahi lalat pada pahanya. Akhirnya raja menghukum Ki sungging dengan membawa alat pahat disuruh membuat patung permaisuri di udara dengan naik layang-layang. Ukiran patung permaisuri sudah setengah selesai tapi tiba-tiba datang angin kencang dan patung jatuh dan terbawa sampai Bali. Itulah sebabnya mengapa masyarakat Bali juga terkenal sebagai ahli membuat patung. Dan untuk alat pahat yang dipakai oleh ki Sungging jatuh di belakang gunung dan ditempat jatuhnya pahat inilah yang sekarang diakui sebagai Jepara tempat berkembangnya ukiran.

Pada masa Kerajaan Kalinyamat arsitektur Jepara mengalami kemajuan terutama dalam bidang ukir-ukiran. Tepatnya ketika Tjie Bin Thang (Toyib) dan ayah angkatnya yaitu Tjie Hwio Gwan pindah ke Jawa (Jepara), Ketika Tjie Bin Thang (Toyib) menjadi raja di sebuah Kerajaan Kalinyamat, di mana Toyib menjadi raja bergelar Sultan Hadlirin dan Tjie Hwio Gwan menjadi patih bergelar Sungging Badar Duwung. Arti dari gelar Sungging Badar Duwung yaitu (sungging "memahat", badar "batu", duwung "tajam"). Nama sungging diberikan karena Badar Duwung adalah seorang ahli pahat dan seni ukir.

Tjie Hwio Gwan adalah yang membuat hiasan ukiran di dinding Masjid Astana Mantingan. Ialah yang mengajarkan keahlian seni ukir kepada penduduk di Jepara. Di tengah kesibukannya sebagai mangkubumi Kerajaan Kalinyamat (Jepara), Patih Sungging Badar Duwung masih sering mengukir di atas batu yang khusus didatangkan dari negeri Tiongkok. Karena batu-batu dari Tiongkok kurang mencukupi kebutuhan, maka penduduk Jepara memahat ukiran pada batu putih dan kayu. Tjie Hwio Gwan mengajarkan seni ukir kepada penduduk Jepara, sehingga arsitektur rumah di Jepara dihiasi ornamen-ornamen ukir karena warga Jepara yang trampil dalam seni ukir, bahkan kini produk furniture kayu ukiran Jepara dikenal keseluruh dunia.

Bukti otentik ukiran Jepara berupa artefak peninggalan zaman Ratu Kalinyamat di Masjid Mantingan. Ukiran Jepara sudah ada jejaknya pada masa Pemerintahan Ratu Kalinyamat (1521–1546) pada 1549. Sang Ratu mempunyai anak perempuan bernama Retno Kencono yang besar peranannya bagi perkembangan seni ukir. Di kerajaan, ada mentri bernama Sungging Badarduwung, yang datang dari Campa (Cambodia) dan dia adalah seorang pengukir yang baik. Ratu membangun Masjid Mantingan dan Makam Jirat (makam untuk suaminya) dan meminta kepada Sungging untuk memperindah bangunan itu dengan ukiran. Sampai sekarang, ukiran itu bisa disaksikan di Masjid dan Makam Sultan Hadlirin. Terdapat 114 relief pada batu putih. Pada waktu itu, Sungging memenuhi permintaan Ratu Kalinyamat.

Keberadaan sentra-sentra ukir Jepara mempermudah pembeli mencari barang serta produksi semakin efisien. Mulai dari sentra relief, patung, gebyok, almari, dan lain-lainnya. Pemkab Jepara memusatkan ukiran Jepara, yaitu:

Kebanyakan masyarakat Desa Mulyoharjo merupakan pengukir dan pemahat patung kayu, Oleh karena itu kini desa Mulyoharjo menjadi Sentra Kerajinan Ukir Patung. Jenis seni patung yang terkenal dan legendaris dari Mulyoharjo adalah patung Macan Kurung. Mantan presiden Susilo Bambang Yudoyono juga pernah sengaja berkunjung ke Desa Mulyoharjo untuk membeli produk kerajinan dari Desa Mulyoharjo.

Desa Senenan merupakan sentra pengrajin seni ukir relief. Ada rasa kagum dan takjub ketika pertama kali melihat seni yang satu ini. Bagaimana tidak daribsebuah papan kayu utuh kemudian dipahat sedemikian rupa hingga berubah wujud menjadi gambar tiga dimensi yang benar-nenar hidup. desainnya pun kini semakin berkembang,tidak hanya gambar pemandangan saja ketika pertama kali kerajinan imi ada namun berkembang denga desain dimensi yang lain.

Mayoritas masyarakat Desa Petekeyan bergelut dibidang Industri Kerajinan Ukir Meubel Minimalis. Oleh karena itu kini desa Petekeyan menjadi Sentra Kerajinan Meubel Minimalis Hasil dari Industri masyarakat Desa Petekeyan dipasarkan secara langsung di ruang pamer milik pengrajin. Selain dipasarkan secara offline, hasil masyarakat juga dipasarkan secara online oleh pengusaha furniture Desa Petekeyan. Nama website yang memasarkan produk masyarakat adalah Petekeyan Kampoeng Sembada Ukir.

Gebyok Ukir Jepara sangat cocok untuk di jadikan pintu rumah ataupun pintu masjid sehingga semakin membuat rumah anda semakin menarik dan unik. Desa Blimbingrejo sudah menjadi Sentra Ukir Gebyok sejak tahun 1980-an hingga sekarang. Saat ini di desa tersebut sudah ada 90 orang pengrajin, dengan jumlah total pekerja mencapai lebih dari 300 orang. Karena dari setiap pengrajin besar bisa memperkerjakan 6-14 orang, sedangkan untuk pengrajin kecil biasanya memperkerjakan sebanyak 2-3 karyawan saja.

Warga Desa Bulungan mayoritas bekerja sebagai pembuat produk mebel ukir terutama berbentuk almari. almari produksi Desa Bulungan yang selama ini sudah diminati berbagai kalangan baik di Pulau Jawa dan luar Jawa. sektor mebel khususnya almari mampu menyerap banyak tenaga kerja, mulai dari pengusaha kayu, perajin, showroom, jasa angkutan dan lain sebagainya. Nilai transaksi yang dihasilkan dari sektor ini juga mencapai ratusan juta rupiah tiap bulannya. Selama ini pemasaran almari Bulungan tidak hanya di kota-kota besar di Pulau Jawa.saja, tetapi juga merambah kawasan luar Pulau Jawa seperti Sumatra, Kalimantan, Aceh dan lain sebagainya.

Genteng Ukir Jepara adalah genteng dengan bentuk ukir-ukiran Jepara, genteng tersebut yang banyak di produksi di Mayong, yaitu Genteng Makuta, Genteng Gatotkaca, Genteng Krepyak.

Motif atau ragam hias khas Jepara merupakan expresi daripada bentuk-bentuk tanaman yang menjalar. Tiap ujung relungnya menjumbai daun-daun krawing yang sangat dinamis. Biasanya di tengah jumbai terdapat buah-buah kecil-kecil yang berbentuk lingkaran. Ciri ragam hias ini dapat dilihat dengan adanya berjenis-jenis Burung Merak. Tangkai relungnya panjang-panjang melingkari disana-sini membentuk cabang kecil, berfungsi sebagai mengisi ruang / pemanis. Pelaksanaan penampang berbentuk segitiga, daun-daun trubusan keluar bebas pada setiap tangkai relung. Motif atau ragam hias Jepara terdiri dari:

MNC Peduli Dukung Pengembangan Kerajinan Tenun Ekraf Ngudi Rahayu Boyolali

Warisan Budaya dari Pelukis PrabangkaraWarisan budaya dan tradisi turun temurun ini juga punya sejarahnya tersendiri yang berasal dari sosok pengukir dan pelukis bernama Prabangkara yang hidup di zaman Raja Brawijaya dari Kerajaan Majapahit. Konon dahulu kala Prabangkara sang ahli lukis dan ukir itu dipanggil oleh Raja Brawijaya untuk melukis isterinya dalam keadaan tanpa busana sebagai wujud cinta sang raja.

Windy Wimpy Siap Bagikan Ide Usaha dengan Membuat Kerajinan Clay di Morning Update, iNews

Jepara, pusat kerajinan ukir kayu yang terkenal di daerah Jawa Tengah ini memiliki sejarah panjang karena kemampuan bertukang dan mengukir yang diturunkan dari generasi ke generasi. Kebiasaan ini pun seakan terasah dan berkembang mengikuti perkembangan zaman yang semakin maju.

Seperti apa sejarah pusat kerajinan ukir kayu yang terkenal di daerah Jawa Tengah ini :

Perajin kayu bekas, Yuda Surya Wicaksana

Dengan strategi penjualan melalui online, menurutnya sangat efektif menyasar konsumen yang lebih luas untuk menghadapi tantangan dunia usaha hingga pada 2024 ini.

"Ya, saya penjualan secara online, karena lebih efektif pada kondisi ekonomi begini, karena setiap orang bisa melihat secara langsung produk yang diinginkannya," ujar Suci Islamiah pemilik akun Instagram @naturalwood.co.id.

Menurutnya, penjualan melalui online dapat membantu peningkatan jumlah transaksi. Natural Wood Jepara pun sudah mencapai 100 hingga 120 transaksi perbulan.

Ia menambahkan, "Ya dengan memanfaatkan pasar secara online instagram, tiktok dan website secara bertahap bisa mulai bangkit, kini setiap bulan menjadi 100 hingga 120 transaksi, " imbuh lebih lanjut pemilik akun Tiktok @naturalwood.co.id

Suci menyebut, produk mebel yang khusus untuk furniture kafe yang saat ini masih diminati konsumen adalah kursi kafe, meja kafe, kursi bar, meja bar, baik itu dari kayu maupun logam.

Toko miliknya yang berada di Jepara itu juga melayani costumer apa saja sesuai dengan kebutuhan dan keinginan konsumen mulai dari segmen kelas menengah hingga ke atas yang memilih produk berkualitas.

Selain itu, usaha yang dibangun olehnya juga memberikan layanan aftersales yang baik kepada para konsumen dengan memberikan garansi 1 tahun untuk produk-produk yang dijualnya tersebut. Sementara menurut Suci,  untuk membuat usaha kafe yang paling utama adalah konsep dekorasi karena sangat berpengaruh untuk daya tarik yang berkesan ke pengunjung kafe.

Jadi, untuk pemilihan furniture kafe yang sangat penting salah satunya adalah pemilihan kursi dan meja kafe yang cocok dan sesuai bagi para pengunjung kafe. Jenis perabot pun bermacam-macam, dari aluminium, metal atau besi, kayu solid dan lainnya.

Kini Suci mampu berinovasi usaha dengan mendirikan brand Natural Wood yang beralamat di kelurahan Demaan, Kecamatan Jepara kota, Kabupaten Jepara. Natural Wood diketahui memproduksi perabotan mebel furniture khusus untuk keperluan furniture kafe.

Belanja di App banyak untungnya:

Belanja di App banyak untungnya:

SEMARANG, iNews.id – Pusat kerajinan ukir kayu yang terkenal di daerah Jawa Tengah ada di Kabupaten Jepara. Ya, Jepara terkenal sebagai pusat bisnis kayu, mebel dan ukirannya.

Jika membicarakan Jepara, tentu ingatan masyarakat akan langsung tertuju pada sosok RA Kartini. Mengingat, Jepara merupakan tanah kelahiran sosok pahlawan emansipasi wanita di Indonesia.

Heboh Biawak Masuk Rumah Makan di Jepara, Petugas Damkar Sempat Kesulitan Mengevakuasi

Bicara soal kerajinan ukir kayu, ukiran di Jepara sudah tak diragukan lagi kualitasnya. Terbukti, hasil kerajinan ukiran Jepara mampu diekspor ke lebih 100 negara hingga membuat kabupaten ini dijuluki The World Craving Centre atau Pusat Ukiran Dunia.

Di  Jepara, kegiatan mengukir dan memahat untuk menghasilkan mebel dan karya seni ukiran sudah menjadi bagian dari sosial, budaya, seni, dan ekonomi. Bahkan, politik yang sudah lama terbentuk dan sulit untuk dipisahkan dari akar sejarahnya.